(Lukas 19:1-10)

Saudara-saudara yang dikasihi Kristus, Bagaikan sayur tanpa garam, adalah gambaran ketika kehidupan seseorang terasa hampa-tidak berarti. Hal ini bisa dialami oleh siapa saja ketika dalam tahap-tahap perkembangan iman dan kepercayaan sesuai usianya menjadi ekslusif – yang seharusnya inklusif. Efeknya adalah ia akan merasa gerak hidupnya monoton, tidak berdampak bagi dirinya, dan pasti tidak berdampak bagi sesamanya. Jenuh, bosan, lari dari kenyataan dengan memilikih dekat pada alat-lat gadget atau menjadi gamers lalu menyendiri hingga tak memiliki relasi sosial, bahkan berkecendungan mudah putus asa sampai bunuh diri. Kejadian-kejadian tersebut dapat dicegah bila keluarga sejak dini mendidik diri dan anggota keluarganya untuk memiliki kebiasaan-kebiasaan/habit yang positive dan sengaja dibentuk.

Gereja melalui perpanjangan tangan Majelis Jemaat yaitu Komisi/Komite bersengaja bersama Majelis Jemaat untuk mencipta kegiatankegiatan sesuai kebutuhan umat dan berdampak bagi umat. Untuk itu, setiap orang beriman perlu mendorong dirinya sendiri untuk hadir dalam persekutuan, menjadi aktifis dengan menyediakan diri menjalankan pelayanan sesuai dengan passion-nya. Sehingga kehadiran umat di gereja bukan sekedar presensi di hadapan Tuhan namun presensi dirinya bagi Tuhan dan sesama. Karena gereja hadir bukan untuk dirinya sendiri, namun juga dari diri dan oleh dirinya memiliki kesadaran bergaul akrab dengan Allah dan sesama, sehingga hidupnya tidak monoton melainkan berw arna. Kegiatan seperti mengenalkan panti asuhan dan panti jompo kepada anggota keluarga adalah salah satu cara agar makin mengenal kehidupan sesamanya.

Eva Bachtiar, salah satu pendiri Garda Pangan di Surabaya yang mulai dilakukan pada tahun 2017, ide aw alnya adalah ingin menyelamatkan makanan yang berlebih dan dibagikan kepada keluarga pra sejahtera. Mereka bekerjasama dengan food rescue seperti resto, hotel, kafe, bakery dll. Bila ada makanan layak namun tidak terjual, maka akan diambil, disortir dan didistribusikan. Termasuk acara-acara seperti pernikahan, konferensi, dan pesta yang menghasilkan makanan berlebih. Luar biasa, karena mereka juga melakukan pendanaan mandiri dengan membuat food banking dan bercita-cita memiliki cabang di berbagai kota.

Mereka juga menjadi penyelamat pangan di tengah pandemi. Inilah salah satu contoh hidup berdampak, dan menolong kehidpan keluarga pra sejahtera. Zakheus yang rindu berjumpa dengan Yesus, melakukan perubahan besar dalam hidupnya, ketika Yesus bersedia hadir di rumahnya. Ia yang dikenal sebagai pemungut cukai – sebuah profesi yang ‘diharamkan’ oleh orang-orang Yahudi, namun memiiki sikap yang berkebalikan dengan orang-orang Yahudi sendiri. Orangorang Yahudi rajin berbicara tentang agama, namun tindakannya justru berkebalikan, seperti memusuhi orang-orang dengan pekerjaan seperti pemungut cukai. Bukannya menolong dan memberi tempat, mereka justru meminggirkan Zakheus dan teman-temannya, mereka merasa ekslusif sebagai pemimpin Yahudi dengan menindas sesama orang Yahudi.

Yesus membaw a perubahan besar, dan menunjukkan bahwa seorang Zakheus – yang dianggap berdosa, dicemooh dan dihindari orang, justru memiliki iman dan kepercayaan inklusif, hingga Yesus menyelamatkan diri dan seluruh anggota keluarganya. Ia berjuang ketika hendak berjumpa Yesus. ia tidak malu memanjat pohon karena sadar dirinya pendek. Zakheus, membawa perubahan besar, ia dan keluarga memiliki hidup yang berdampak bagi diri, keluarga dan masyarakat Yahudi saat itu. Saudara, mari mulai mengembangkan iman dan kepercayaan inklusif, sehingga setiap keluarga menjadi keluarga yang memiliki hidup yang berdampak. Tuhan memberkati.

30 Oktober 2022

Pdt. Untari Setyowati

*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only

gkbikl
Author: gkbikl

Gereja Kristen Berbahasa Indonesia Kuala Lumpur

Leave a Reply