Lukas 15 : 1 – 10
Pernahkah anda kehilangan sesuatu yang sangat berarti, lalu kemudian anda mencarinya kian kemari agar bisa kembali menemukannya. Bila tidak menemukan, pastilah anda akan merasa sedih, bahkan ada yang sampai jatuh sakit karena belum menemukannya. Sedangkan bila anda berhasil menemukan, pastilah anda akan merasa sangat lega dan gembira, serta lupa semua rasa lelah dalam upaya pencarian tersebut. Bukan karena harganya sehingga kita merasa sedih dan berusaha mencarinya. Bisa jadi sesuatu yang berarti dan hilang itu bukan lah benda yang mahal harganya, namun karena nilai yang terkandung padanya (mungkin nilai historisnya), dan karena relasi kita padanya sehingga kita berusaha keras menemukannya kembali dan merasa bersukacita ketika mendapatkannya lagi.
Perumpamaan tentang orang yang bersukacita menemukan seekor domba yang hilang dan sekeping Dirham yang hilang menyatakan betapa sukacitanya si empunya domba / uang dirham ketika menemukan kembali miliknya yang hilang tersebut. Si pemilik domba dan uang Dirham berusaha keras mencari dan menemukan seekor domba / sekeping Dirham yang hilang, karena ia sangat mengasihi domba itu, sama seperti ia mengasihi juga domba-dombanya yang lain. Sekeping Dirham yang hilang di cari dengan penuh perjuangan (menyalakan pelita, menyapu rumah, mencari dengan cermat) menunjukkan betapa berartinya sekeping Dirham bagi si pemilik, sama seperti 9 Dirham lainnya. Bukanlah berarti yang 99 ekor domba tak berarti, hal yang juga sama dengan 9 Dirham. Namun yang mau dikatakan, keberadaan seekor domba dan 1 keping dirham sama berartinya seperti 99 ekor domba dan 9 keping Dirham bagi si pemilik.
Upaya mencari dan menemukan adalah upaya mengutuhkan kembali milik kepunyaannya sebagai sesuatu yang dikasihi sejak semula. Itulah dasar sikap penerimaan Yesus menyambut pemilik cukai dan orang-orang yang sudah dipandang berdosa. Kasih Yesus bukan hanya ada dan tersedia bagi mereka yang tidak hilang, yang hidupnya dianggap baik dan saleh. Kasih Yesus yang sama kualitasnya juga ada untuk mereka yang dianggap tersesat / hilang. Penerimaan dan sikap menghargai terhadap yang terhilang justru menstimulasi mereka untuk berani mengambil langkah berbalik arah (metanoia – bertobat) kembali menghadapkan hati pada Tuhan, dan bukan terus memunggungi dan menjauhiNya.
Bahkan Yesus menegaskan, pertobatan yang terhilang di dunia, juga berdampak di Surga. Betapa sukacita Surga menyambut kembalinya yang terhilang. Tidakkah ini sebuah undangan bagi kita, untuk tidak berlambat-lambat mengambil langkah berbalik arah, meninggalkan dan menanggalkan jalan yang menjauhkan kita dari Tuhan. Keputusan yang kita ambil untuk hidup kita di dunia, sesungguhnya juga berdampak luas, di dunia dan surga. Maukah kita membiarkan Sang pemilik Kerajaan Surga menunggu ? semoga kita tidak terlambat merespon undangan KasihNya untuk hidup dalam anugerah kekalNya. Amin.
11 September 2022
Pdt. Claudia S. Kawengian
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only