Seorang sosiolog bernama Rodney Stark merasa heran mengapa komunitas Kristen justru bertumbuh pesat pada awal abad pertama. Padahal pada masa itu komunitas Kristen bukan saja baru jadi, tetapi juga karena dunia sedang dilanda pandemi Smallpox atau cacar air. Stark pun mulai melakukan penelitian. Hasil kerja keras dana penelitiannya dituangkan dalam sebuah buku berjudul The Rise of Christianity. Menurut Stark, pandemi small pox justru menjadi blessing in disguise bagi kekristenan. Pandemi adalah kesempatan dan peluang untuk menyatakan cinta kasih Tuhan.

Pandemi smallpox membuat banyak orang menderita dan bahkan mati. Efeknya semua orang menjadi ketakutan. Dalam takut dan cemas, siapa pun yang terpapar smallpox bukan saja dituding sebagai manusia berdosa, tetapi juga ditelantarkan. Tidak seorang pun mau merawat korban yang terpapar smallpox. Umat Kristen justru bertindak sebaliknya. Dalam spirit cinta kasih dan pengorbanan yang diinspirasikan oleh Yesus Kristus, mereka terjun ke tengah masyarakat. Mereka melayani siapa pun yang membutuhkan pertolongan. Umat Kristen menjadi saudara bagi siapa pun yang menderita dan yang ditelantarkan. Efeknya, banyak orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka.

Tidak ada kasih tanpa pengorbanan. Meski demikian, orang bisa melakukan pengorbanan tanpa kasih. Seorang bisa memberikan segala sesuatu yang ada padanya dan bahkan menyerahkan tubuhnya untuk dibakar, tetapi bila itu pengorbanan itu dilakukan tanpa kasih maka itu semua tidak ada faedahnya bagi yang menolong maupun bagi yang ditolong. Seorang yang berkorban tanpa kasih adalah seperti pemancing ikan yang memberi cacing kecil pada kailnya demi mendapatkan ikan lele atau ikan Mas yang besar. Atau seperti seorang yang memberi persembahan atau persepuluhan kepada Tuhan tetapi berharap Tuhan akan menghujaninya dengan berkat yang berkelimpahan. Persembahannya itu bukan muncul dari hati yang tulus, tetapi dari niat yang bulus.

Kasih harus diekspresikan dengan pengorbanan. Seorang suami yang letih saat pulang kantor mungkin ingin segera beristirahat. Ingin tidur! Tetapi, saat melihat istrinya sangat sibuk dengan pekerjaan di rumah, kasihnya akan mendorongnya untuk membantu sang istri. Mungkin dia akan ikut menyapu dan mengepel lantai atau mencuci gelas dan piring yang kotor. Tidak ada gengsi. Meski letih ia kerjakan dengan gembira. Dia Bahagia saat melihat istrinya tersenyum!

Yesus adalah contoh nyata bagaimana kasih dieksresikan dengan pengorbanan. Dia meninggalkan kemuliaanNya, turun ke dalam dunia, mengambil rupa seorang manusia, bahkan menjadi budak. Yesus datang untuk melayani dan menyelamatkan umat manusia dan dunia. Dia dekat dengan siapa pun. Dia melayani siapa pun, termasuk mereka yang selama ini diabaikan dan ditelantarkan. Yesus menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang hadir untuk semua. Yesus menderita dan mati, tetapi cintaNya tidak luntur sedikit pun. Sebelum mati, Dia mendoakan dan memohon pengampunan bagi mereka yang menganiayaNya. Inilah contoh nyata kasih dan pengorbanan.

Dunia sudah dicemari dengan manusia yang mabuk pada kekuasaan dan harta benda. Manusia rela untuk menindas, mengeksploitasi, mendikriminasi dan bahkan membunuh sesamanya demi kekuasaan dan keuntungan materi. Dalam dunia yang seperti ini, kita ditantang untuk seperti jemaat Kristen mula-mula yang mampu tampil beda. Kita nyatakan kepada dunia melalui kata-kata dan perbuatan bahwa spirit kasih dan pengorbanan Kristus masih hidup dalam kehidupan gerejaNya. Mari kita bangun cinta dan pengorbanan di tengah masyarakat dan dunia, tetapi itu dimulai dari rumah tangga kita masing-masing. Amien!

24 Oktober 2021

Pdt. Albertus Patty

*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only

gkbikl
Author: gkbikl

Gereja Kristen Berbahasa Indonesia Kuala Lumpur

Leave a Reply