Markus 7:1-8, 14-15, 21-23
Dalam kenyataan bisa dibedakan ada berbagai kelompok pemeluk agama Kristen berdasarkan waktu: yang tahunan, yang semesteran, yang triwulanan, yang bulanan, yang mingguan. Paling banyak masih yang mingguan. Yaitu pemeluk agama Kristen yang menunjukkan kekristenannya seminggu sekali di gereja. Kita dipanggil untuk menjadi orang Kristen, pengikut Kristus, bukan sekedar pemeluk agama Kristen. Orang Kristen adalah pengikut Kristus yang setia dan tekun senantiasa mewujudkan hidup beriman yang benar dalam keseharian yang dijalaninya, di mana pun, kapan pun.
Rombongan orang Farisi dan ahli Taurat menyoal ketidaktaatan para murid Yesus pada adat istiadat nenek moyang orang Yahudi, yaitu ritual pembasuhan tangan. Ritual itu adalah bagian dari tradisi diseputar meja makan yang mrpk perluasan dari peraturan dalam kitab Imamat. Detail yang dikembangan itu akhirnya memiliki nilai yang sejajar dengan identitas orang Yahudi sebagai umat perjanjian. Kasarnya, kalau kamu adalah seorg Yahudi ya kamu harus mempraktikkan ritual pembasuhan tangan ini karena itu adalah salah satu bukti bahwa benar kamu adalah umat perjanjian. Maka pelanggaran terhadap aturan ini dianggap menciderai jati diri sebagai Umat Tuhan.
Praktik-praktik ritualisme seperti itu ujungnya makin mengokohkan eksklusivisme kelompok-kelompok tertentu di kalangan orang Yahudi sendiri. Bahwa ada kelompok eksklusif, kelas atas yang mempraktikkan seluruh ritual keagamaan dengan tekun. Dan hal itu menjadi kebanggaan mereka, sehingga mereka memandang rendah kelompok lain yang tidak selalu atau bahkan tidak mempraktikkan ritual itu. Ini esensi permasalahan yang mau dipersaksikan oleh Injil Markus.Mari kita lihat bagaimana Yesus merespons hal ini.Bagi Yesus apa yang dipraktikkan orang Yahudi, khususnya oleh kelompok eksklusif yang sangat menekankan ritual, ketaatan pada peraturan yang adalah rekaan manusia itu BUKAN menunjukkan sikap beriman yang benar, melainkan kemunafikan. “…memuliakan Tuhan dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada Tuhan”. Munafik karena tidak ada integritas.
Kritik Yesus yang kedua: “Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia”. Itu adalah dampak dari kemunafikan yang mereka praktikkan. Ritual yang dipraktikkan seolah-olah menunjukkan ibadah mereka kepada Tuhan. Namun apa yang mereka ajarkan adalah pikiran mereka sendiri. Lebih celaka lagi lalu memakai nama Tuhan untuk mengotorisasi, mengabsahkan pemikiran yang mereka ajarkan.
Kritik yang ketiga kita jumpai dalam ayat 8: “Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia”. Ini kecenderungan sikap legalistik yang dipraktikkan oleh orang-orang Farisi dan ahli taurat. Bahwa yang diutamakan, yang dipandang paling penting adalah ketaatan harfiah pada berbagai aturan yang telah menjadi bagian dari adat istiadat. Seperti komplain mereka di awal “tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita”.Bahwa akhirnya memang perintah Allah malah diabaikan demi ketaatan pada adat istiadat. Maka tidak heran kalau kemudian Yesus menukik pada apa itu esensi beriman yang benar. Beriman yang benar pada intinya adalah urusan hati.
Dalam keutuhan kesaksian Alkitab hati adalah istilah yang dipakai untuk menunjuk pada: pusat kehidupan manusia, meliputi bukan cuma perasaan tapi juga pertimbangan dan kehendak. Oleh karena itu hati adalah juga daya yang mendorong orang memilih dan melakukan sesuatu.Maka apa yang ada di dalam hati menjadi sangat penting. Dengan tegas dan keras Yesus mengingatkan: “…dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.”Beriman yang benar adalah urusan kesungguhan mengarahkan dan melekatkan hati pada Tuhan dan segala kehendak-Nya. Dengan arah dan kemelekatan hati yang seperti itu beriman adalah mengatakan NO, TIDAK pada segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Dan sebaliknya mengatakan YES, YA, pada semua yang Tuhan kehendaki.
Dengan begitu beriman yang benar menjadi sesuatu yang integral dalam praktik keseharian hidup yang kita jalani. Kita tidak menjadi Kristen tahunan, triwulanan, bulanan, mingguan, melainkan menjadi orang Kristen, pengikut Kristus all the time, setiap saat, di mana pun kita berada. Tuhan menolong kita. AMIN. (RN)
29 Agustus 2021
Pdt. Ronny Nathanael
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only