(Bacaan: Yesaya 51: 1 – 6; Mazmur 138; Roma 12:1-8; Matius 16: 13-20)
Hai, jumpa lagi dengan aku, Si Penjelajah Waktu. Sekarang aku ingin membagi salah satu pengalaman penjelajahanku.
Sebetulnya aku agak bingung ketika mendengar Tuhan Yesus menanyakan tentang anggapan orang lain mengenai diri-NYA. Aku mencoba menebak-nebak, kira-kira ke arah mana pertanyaan itu akan dibawa. Bagiku, wajar saja jika kemudian para murid memberikan jawaban yang bermacam-macam. Dan waktu itu para murid menyampaikan bahwa ada orang yang menganggap Tuhan Yesus sebagai Nabi Elia, Nabi Yeremia, salah seorang dari Nabi-nabi, bahkan ada juga yang menganggap Tuhan Yesus adalah Yohanes Pembaptis (Matius 16:1320).
Namun, kebingunganku menjadi sirna ketika kemudian Tuhan Yesus menanyakan pengenalan para murid akan diri-NYA. Hmm, aku berpikir bahwa pertanyaan itu sebenarnya yang paling penting. Sebagai murid Tuhan Yesus, apakah mereka benar-benar mengenal Gurunya dengan baik? Jujur, kadang aku sendiri masih bingung ketika ada orang bertanya kepadaku tentang pengenalanku akan Tuhan Yesus. Seringkali aku menjawab hanya berdasarkan pengetahuanku saja. Ya, aku sama dengan banyak orang lainnya yang hanya bisa berbicara tentang mengenal Tuhan Yesus, tetapi hati, keyakinan, dan seluruh keberadaannya tidak didedikasikan kepada Tuhan Yesus yang dibicarakannya tersebut. Apa yang harus aku sampaikan kepada orang lain tentang pengenalanku mengenai Tuhan Yesus seharusnya berdasarkan pengalaman perjumpaanku dengan DIA.
Dan Ketika Petrus menjawab bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup, aku sungguh mengaminkannya. Jawaban itu bukan berasal dari pengetahuan melainkan dari pengenalan yang sejati. Sudah beberapa waktu lamanya para murid bersama-sama dengan Tuhan Yesus, tetapi hanya Petrus yang menjawab berdasarkan pengenalan yang sejati.
Rupanya bagi Petrus, pengalaman kebersamaan dengan Tuhan Yesus itu telah cukup menjadi dasar untuk mengakui bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Petrus mengenal Tuhan Yesus sebagai Anak Allah yang hidup. Mendengar jawaban Petrus itu, Tuhan Yesus sangat mengapresiasinya.
Dari pengalaman penjelajahanku ini, aku belajar bahwa pengakuan iman bukan hanya sebagai hafalan di dalam pikiran, melainkan sebuah pengenalan yang benar seiring dengan berjalannya waktu dan berubahnya pengalaman kehidupan. Aku seharusnya tetap dapat melihat dan merasakan kehadiran Tuhan Yesus di dalam setiap pengalaman hidupku baik pengalaman yang baik maupun yang buruk. Aku jadi teringat sebuah slogan (moto) reformasi gereja, yaitu: Ecclesia Reformata Semper Reformanda. Slogan itu berarti Gereja reformasi adalah gereja yang selalu mereformasi diri – “the reformed church [must] always be reformed”.
Jika gereja itu bukan gedungnya tetapi orangnya, maka itu berarti bahwa aku harus selalu mereformasi diri agar dapat menyatakan kabar sukacita kepada dunia. Setidaknya, aku harus selalu berani untuk mengevaluasi dan berefleksi tentang pengenalanku akan Tuhan Yesus.
Setidaknya aku harus berani bertanya kepada diriku sendiri: apakah aku sudah mengenal Tuhan Yesus dengan benar, apakah aku selalu merasakan kehadiran dan tuntunan Tuhan Yesus di tengah-tengah pengalaman hidupku? Jika jawabku adalah ya, maka itulah yang harus aku sampaikan kepada dunia. Yaitu bahwa Tuhan Yesus adalah anak Allah yang hidup.
Pdt. Guruh Jatmiko Septavianus
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only