
Hai, jumpa lagi dengan aku, Si Penjelajah Waktu. Sekarang Aku ingin membagi salah satu pengalaman penjelajahanku.
Saat itu, aku sungguh terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus kepada seorang perempuann Kanaan. Pada awalnya Tuhan Yesus berkata, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel”. Kemudian Tuhan Yesus berkata lagi, “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing”.
Mendengar perkataan Tuhan Yesus itu, aku sungguh tidak menyangka dan hanya berkata dalam hati “Gila!” Betapa tidak! Waktu itu Tuhan Yesus berada di daerah Tiros dan Sidon, sebuah wilayah di mana mayoritas penduduknya bukanlah orang Yahudi. Kemudian, ia menyebut perempuan Kanaan itu dengan sebutan anjing. Saat itu aku hanya berpikir bahwa Tuhan Yesus sedang mencari masalah dengan orang-orang Tirus dan Sidon. Bukankah tujuan Tuhan Yesus itu hendak menyingkir sejenak dari riuhnya pelayanan dan orang-orang yang selalu mengikutiNYA. Namun, kali itu seakan-akan Tuhan Yesus memancing persoalan dengan penduduk Tirus dan Sidon.
Kalau dari sisi para murid, aku melihat bahwa perkataan Tuhan Yesus itu sangat sesuai dengan konsep mereka bahwa orang Yahudi lebih hebat dibanding bangsa lain karena mereka adalah bangsa pilihan Tuhan. Tetapi, ini daerah asing bukan wilayah Yudea. Aku sungguh tak mengerti.
Ah, “eureka!” Akhirnya aku menemukan jawabannya. Setelah aku berusaha menjumpai Matius penulis Injil, aku mendapat pencerahan. Ternyata Tuhan Yesus tidak sedang memancing persoalan di daerah asing, melainkan sedang mendidik para murid dan sekaligus juga perempuan itu. Yang pertama, mendidik para murid karena rasa bangga akan superioritas Yahudi telah menutup perasaan kasih terhadap bangsa lain. Para murid cenderung mambatasi diri untuk bergaul dengan bangsa lain. Tetapi peristiwa saat itu telah mengajarkan hal yang berbeda bagi para murid. Walaupun pada awalnya Tuhan Yesus Nampak seperti mendukung perasaan superioritas itu, namun para murid pasti juga kaget ketika Tuhan Yesus menyebut bahwa perempuan itu adalah anjing. Anjing? Ya, Anjing!
Menurut penulis Matius, kata anjing yang dipakai oleh Tuhan Yesus itu bermakna anjing peliharaan di rumah yang disayang oleh tuannya. Kalau begitu, sikap Tuhan Yesus ini justru hendak mengajarkan tentang kasih, perhatian dan pertolongan bagi bangsa lain. Bangsa lain selain orang Yahudi adalah bangsa yang juga disayang, dipelihara dan diperhatikan oleh Tuhan juga. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk tidak mengasihi karena perbedaan suku bangsa.
Kedua, mendidik perempuan itu. Bahwa Tuhan mengerti apa yang menjadi kebutuhannya, akan tetapi perlu kesungguhan dan tidak berputus asa dalam meminta. Meski pada awalnya Tuhan Yesus seolah menolak, secara tidak langsung Tuhan Yesus mengajak perempuan itu untuk kembali melakukan pemeriksaan diri – apakah permintaannya itu hanya berdasarkan keinginan atau kebutuhan? Jika hanya keinginan, pastilah akan mudah patah saat diuji! Tetapi karena permintaan perempuan itu berasal dari kebutuhan – terlebih karena kasih kepada anaknya – maka Tuhan mengabulkan permohonannya.
Ah, sebuah pelajaran yang sangat menarik yang aku peroleh dari perjumpaanku saat itu. Kalau aku mengasihi, mestinya aku tidak membeda-bedakan orang. Aku mesti melakukan apa yang diteladankan oleh Tuhan Yesus.
Selamat berjuang, hai jiwaku. Tuhan Yesus memberkati. Amin (GJS)
Pdt.Guruh Jatmiko Septavianus
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only