
Hai, jumpa lagi dengan aku, Si Penjelajah Waktu. Sekarang Aku ingin membagi salah satu pengalaman penjelajahanku.
Aku teringat sebuah kisah tentang pengalaman ketakutan para murid Tuhan Yesus ketika angin sakal mengombang-ambingkan perahu mereka. Aku kurang bisa memahami mengapa para murid itu begitu ketakutan. Bukankah sebagian dari mereka adalah para nelayan berpengalaman di danau itu?
Bukankah semestinya mereka lebih memahami karakteristik danau Galilea dan tentunya tidak hanya sekali atau dua kali mereka mengalami pengalaman diombang-ambingkan angin sakal seperti itu.
Sampai di sini aku mencoba membuat kesimpulan kecil bahwa sehebat apapun pengalaman dan kemampuan seseorang, jika ketakutan sudah menguasainya, maka kehebatan dan pengalaman menjadi tidak terlalu berguna.
Ketakutan? Ya! Ketakutan itu begitu menguasai diri para murid, sampai-sampai Tuhan Yesus pun dianggap sebagai hantu. Ah, sungguh terlalu! Tetapi inilah manusia. Aku juga pernah mengalaminya.
Ketika aku amat ketakutan karena persoalan hidupku, aku selalu menaruh curiga berlebihan Ketika ada orang yang datang padahal mereka bermaksud menolong aku. Karena ketakutan menguasai diriku, maka penglihatanku menjadi salah dan selalu negatif. Dari kisah para murid diombang-ambingkan angin sakal itu menunjukkan secara jelas kepadaku bahwa Tuhan datang menghampir para murid yang ketakutan itu. Sekali lagi aku diyakinkan bahwa Tuhanlah yang berinisiatif untuk datang menolong para murid. Akan tetapi karena sudah terlanjur ketakutan, para murid tidak dapat menangkap maksud baik Tuhan Yesus.
Sebuah pelajaran indah tentang percaya kembali diajarkan kepadaku. Pertama, aku harus percaya bahwa Tuhan tahu persoalan dan pergumulan para murid, sehingga Ia datang untuk menolong. Kedua, aku harus percaya bahwa Ketika Tuhan datang maka aku harus mengarahkan pandang dan menyerahkan segala pergumulan itu kepadanya. Bukankah semestinya mereka masih mengingat peristiwa beberapa jam sebelumnya ketika Tuhan Yesus memberi makan ribuan orang? Ketiga, percaya berarti juga harus tetap fokus kepada Tuhan agar tidak tenggelam dalam persoalan. Petrus berusaha melakukan perintah Tuhan Yesus untuk berjalan ke arahNYA, namun perhatiannya teralihkan oleh persoalan gelombang dan air. Akhirnya ia pun tengelam. Yang diminta oleh Tuhan Yesus adalah bukan hanya sekedar mengarahkan pandang dan menyerahkan pergumulan, tetapi tetap focus kepadaNYa sehingga tidak teralihkan oleh apapun juga. Keempat, percaya bahwa Ketika Tuhan ada di dalam perahu, maka Ia akan membawa sampai ke seberang dengan selamat meskipun harus menghadapi angin sakal.
Melihat hal ini, aku pun teringat Elia – seorang nabi besar Israel. Ketika ia dikuasai ketakutan akan ancaman Izebel, maka ia tidak dapat melanjutkan karyanya. Namun ketika, ia percaya bahwa Tuhan menghampirinya, kemudia menyerahkan pergumulannya kepada Tuhan, tetap focus kepada Tuhan dan bersedia dipimpin oleh Tuhan; maka ia dapat menaklukkan ketakutannya dan akhirnya menjadi berkat dengan mengurapi Hazael menjadi raja Aram, mengurapi Yehu menjadi raja Israel dan mengurapi Elisa menjadi nabi (1 Raja 19:15-17).
Dari rangkaian pengalaman penjelajahanku ini aku telah belajar apa artinya percaya. Ketika aku bersedia menempatkan Tuhan sebagai yang pertama dan utama (The Ultimate), maka aku akan menjadi berkat bagi banyak orang.
Selamat berjuang, hai jiwaku! Tuhan Yesus memberkati. Amin (GJS)
Pdt.Guruh Jatmiko Septavianus
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only