Hai, salam jumpa! Perkenalkan, aku adalah Si Penjelajah Waktu. Sekarang aku ingin membagi salah satu pengalaman penjelajahanku.

Dalam penjelajahanku kali ini, aku melihat Tuhan Yesus yang sedang mengajar banyak orang di tepi danau. Saat itu, aku melihat wajah-wajah lelah orang-orang yang hampir seharian mendengarkan pengajaran Tuhan Yesus. Tidak dapat dipungkiri bahwa mimik wajah mereka menunjukkan kerinduan akan Kabar Sukacita yang dibawa oleh Tuhan Yesus, namun gerak fisik mereka tidak dapat menyembunyikan adanya kelelahan dan kelaparan.

Nampaknya para murid melihat hal itu juga, sehingga mereka mengusulkan kepada Tuhan Yesus, “Tempat ini sunyi dan hari sudah mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa.” Tetapi Tuhan Yesus merespon: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan”. Jawab para murid: “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.”

Yesus menimpali: “Bawalah ke mari kepada-Ku”.

Memperhatikan percakapan tadi, aku melihat bahwa dalam kondisi seperti itu para murid mengajukan solusi yang sangat praktis dan ekonomis. Aku tersenyum menertawakan diriku. Bukankah kepraktisan dan ekonomi seringkali menjadi motivasi dari apa yang aku lakukan? Akibatnya, aku melupakan hal yang lain, yaitu mengarahkan hati kepada Tuhan. Rasanya itu juga yang terjadi pada saat itu. Ketika Tuhan Yesus meminta agar mereka memberi makan ribuan orang itu, sekali lagi aku melihat alasan kekurangan material kembali mengemuka.

Ya, benar! Kepraktisan, ekonomi, kekurangan material yang sangat duniawi ini seringkali menjadi alasanku untuk tidak memberikan perhatian dan pertolongan kepada pihak lain yang membutuhkan bantuan. Aku bersyukur bahwa Tuhan Yesus mengingatkan para murid dan diriku, agar menyerahkan setiap kekurangan itu kepadaNya. Dan benar, ketika para murid membawa lima roti dan dua ikan itu kepada Tuhan Yesus, Dia sanggup mengubahkan menjadi berkat yang besar.

Dari peristiwa inilah aku merasakan ‘tamparan’ yang sangat keras terhadap diriku. Setidaknya aku mengatakan kepada diriku untuk tidak lagi terjebak pada orientasi duniawi, melainkan mengarahkan hati dan menyerahkan seluruh kekuatiranku kepada Tuhan. Memang sempat aku berpikir, seandainya para murid tidak bersedia menyerahkan lima roti dan dua ikan itu kepada Tuhan Yesus – karena makanan itu adalah bekal yang hanya cukup untuk mereka bertigabelas – rasanya banyak orang tidak akan mendapat makan dan pulang dalam kondisi perut yang lapar.

Dalam penjelajahanku ini, aku belajar bahwa ketika aku menanggalkan kedirianku dan keterikatanku pada motivasi-motivasi dunia, serta menggantikannya dengan ketaatan kepada Tuhan, maka berkat Tuhan yang besar akan tercurah. Sepertinya aku harus terus berjuang untuk terus taat dan bersedia mengarahkan hati dan pikiranku hanya kepada Tuhan. Sebab DIA tahu rancangan apa yang baik bagi kehidupanku.

Selamat berjuang, hai jiwaku! Amin

Pdt.Guruh Jatmiko Septavianus

*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only

gkbikl
Author: gkbikl

Gereja Kristen Berbahasa Indonesia Kuala Lumpur

Leave a Reply