
Seorang ibu mendidik anaknya untuk disiplin. Setiap snack atau susu yang tersedia di kulkas diberi harga tertentu. Si anak hanya diperkenankan menikmati snack jika dia telah mengumpulkan point dari perbuatan baik yang dilakukan hari itu. Misalnya jika ia bisa merapikan tempat tidurnya, maka ia mendapatkan sejumlah point dan jika telah mencukupi bisa ditukar dengan jajan kesukaannya. Setiap hari anak akan mendapatkan “upah” dari perbuatan baik yang dilakukannya. Hasilnya? Jika malas, ia tidak bisa jajan. Jika rajin maka ia bisa jajan.
Mengikut Kristus ada upahnya, yaitu keselamatan. Karena itu Yesus menasehati agar mereka tak perlu risau untuk situasi yang diluar kendali para murid. Mereka hanya perlu melakukan bagian mereka yaitu memperlakukan orang lain sebagaimana mereka adanya. Barangsiapa menyambut nabi akan mendapat upah seorang nabi. Jika menyambut orang benar, mendapat upah orang benar. Jika orang itu bukan siapa-siapa dan kamu tetap menyambutnya dengan memberi air sejuk secangkir saja, kamu tak kehilangan upahmu. Pada hakekatnya Tuhan mau kita perlakukan orang sebaik mungkin, tak mengabaikan atau merendahkan. Karena kita tak akan pernah kehilangan apapun hanya karena kita menghargai orang lain. Justru kita akan kehilangan jati diri sebagai murid Kristus jika cara kita menyambut orang lain dengan cara yang tidak sepantasnya.
Menariknya dalam Kristus upah itu, tidak kita dapat belakangan, upah itu sudah dibayar di depan, melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, dan kita mendapatkan keselamatan bukan karena perbuatan baik kita, tetapi hanya karena kebaikan dan kasih karunia Allah. Karena itu sudah sepantasnya kita juga menghormati keberadaan orang lain dan menyambut mereka dengan hati yang luas, bukan untuk mendapatkan upah tetapi karena kita sudah menerima upah. Sesama penerima upah tak layak jika kita meninggikan diri satu dengan lainnya. Setiap orang bernilai di mata Kristus. Biarlah kita menyambut mereka seperti kita menyambut Kristus. Amin.
Pdt. Florida Rambu
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only