Matius 18:15-20
Melalui bacaan Injil Minggu yang lalu, kita belajar bagaimana mengikuti Yesus berarti menyerahkan seluruh hidup, pikiran, kehendak bahkan kemerdekaan kita kepada Tuhan, seperti yang Yesus lakukan di hadapan Sang Bapa. Di sana kita melihat bagaimana kemuridan telah memperluas visi hidup kita di dunia seturut nilai-nilai Kerajaan Allah.
Dalam dinamika kehidupan yang diproses itulah, kita melihat adegan Petrus menegur Yesus, dan Yesus menegur Petrus. Sebuah suasana yang dipenuhi ketegangan, namun melaluinya kita diingatkan bahw a perjalanan mengikut Kristus memang tak jarang membuat kita harus berkonflik dengan dunia dan sesama. Apa jadinya jika ada saudara, sahabat atau bahkan keluarga terdekat yang menyakiti kita, atau berselisih paham dengan kita? Ketika hal itu terjadi, konflik batin antara harga diri dan belas kasihan Allah adalah hal yang cukup sulit untuk disikapi. Ketika kita berkonflik dengan seseorang karena satu dan lain hal, semuanya akan terasa sangat pribadi. Namun bagaimana konflik itu harus dikelola agar ia mampu mempererat relasi dan persatuan gereja demi perwujudan pekerjaan-pekerjaan Kristus?
Bacaan Injil hari ini (lagi-lagi) berbicara soal pengajaran yang lebih luas tentang bagaimana hidup dalam Kerajaan Allah. Dalam bagian ini, Yesus mengajarkan kita bagaimana mengelola konflik dalam jemaat sehingga mereka dapat hidup bersama dalam kedewasaan Rohani. Seperti yang Yesus doakan, “…supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahw a Engkau yang telah mengutus Aku dan bahw a Engkau mengasihi mereka…” (Yoh. 17:23, TB 1). Namun bagaimanakah gereja yang notabene adalah “komunitas para pendosa” dapat menjadi teladan persatuan bagi dunia?
Di sisi yang lain, tentu kita tak perlu terlalu “takut” berkonflik. Sebab hadirnya dalam jemaat justru dapat menjadi salah satu tanda vital dari adanya relasi “keter-saling-an” di sana. Tanpa adanya relasi, maka persekutuan itu akan mati. Tak ubahnya seperti sekumpulan orang yang sedang duduk menonton di gedung bioskop. Adanya interaksi di tengah keberagaman terkadang memang menyebabkan konflik.
Konflik itu dapat terjadi. Namun kita bersyukur karena Kristus mengajarkan sebuah “cara gerejaw i” untuk menyikapinya. Ia sungguh rindu agar gereja-Nya selalu hidup dalam pemulihan, kedew asaan rohani, pengampunan dan keutuhan.
10 September 2023
Pdt. Aditya Christo
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only