“Tuhan, ajarlah kami berdoa” adalah sebuah kerinduan yang muncul dari dalam diri seorang murid Yesus agar mereka juga memiliki doa yang khas sebagai murid Yesus, seperti para murid Yohanes Pembaptis juga punya doa yang diajarkan oleh guru mereka. Merespons permintaan seorang murid-Nya itu, Tuhan Yesus kemudian mengajarkan Doa Bapa Kami yang dalam versi Injil Lukas tampak lebih ringkas dibandingkan yang tercantum dalam Injil Matius. Dalam doa tersebut, Tuhan Yesus mengajar para murid untuk tidak hanya meminta, tetapi juga menguduskan nama Allah dan memohon terwujudnya kehendak dan rancangan Allah dalam hidup umat melalui seruan “datanglah Kerajaan-Mu”.
Para murid kemudian diajar untuk memohon apa yang jadi kebutuhan mereka, secukupnya, tidak berlebih-lebihan. Dalam doa ini juga ada pengakuan akan dosa, sekaligus tekad untuk mengampuni orang yang bersalah kepada para murid. Dan diakhiri dengan sebuah seruan agar para murid tidak dibawa ke dalam pencobaan yang dapat membuat mereka jauh dari kedekatan dengan Tuhan. Segera setelah mengajarkan doa, Yesus melanjutkan pengajaran-Nya dengan perumpamaan untuk menjelaskan tentang pengabulan doa dalam hidup para pengikut-Nya. Dalam kisah perumpamaan itu ada seseorang di tengah malam terpaksa membangunkan sahabatnya untuk meminjam roti. Ini sebenarnya perbuatan tidak tahu malu karena mengganggu istirahat orang lain, tapi demi sahabat yang singgah di rumahnya, ia rela menahan malu dan meminta bantuan dari sahabatnya yang lain.
Pastilah sahabat yang diganggu istirahatnya tengah malam itu walaupun setengah terpaksa, ia tidak akan keberatan, karena tahu persis apa yang dibutuhkan seorang tuan rumah, yaitu menjamin kebutuhan tamunya. Banyak orang salah memahami dan mengartikan secara harfiah perumpamaan Yesus itu dengan memahaminya demikian: kalau kita minta dengan amat sangat sesuatu kepada Tuhan, PASTI Tuhan menjawab dan mengabulkan apapun permohonan kita! Mari perhatikan kata kunci yang ada di Luk. 11:13, “Jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga!” Perumpamaan ini bukan hendak menyamakan Allah dengan tetangga yang secara setengah terpaksa memenuhi permintaan tetangganya, melainkan untuk mengkontraskannya.
Tetangga dalam perumpamaan itu mengabulkan permintaan secara setengah terpaksa setelah ada desakan dan rengekan. Allah bukan begitu. Allah tidak perlu didesak-desak. Allah mengabulkan doa bukan karena desakan dan rengekan, melainkan karena kemurahan hati. Karenanya Tuhan berkata: “Mintalah (tanpa memaksa), maka akan diberikan, carilah (tanpa mencari-cari), maka akan mendapatkan, ketoklah (tanpa menggedor-gedor) maka pintu akan dibukakan.” Soren Kierkegaard mengatakan: “Doa tidak mengubah Tuhan, tetapi mengubah orang yang berdoa”. Doa mengubah kita dalam menghadapi realita, sekaligus menggerakkan kita untuk mewujudkan rencana Allah di dalam kehidupan. Doa yang kita panjatkan kadang memang tidak mengubah keadaan, tapi pasti mengubah respons kita atas keadaan itu. Doa tidak mengubah ketetapan Allah, melainkan mengubah kita menjadi berdamai dengan ketetapan-Nya.
Yang pasti dengan berdoa, kita yang insani sedang menghampiri Yang Ilahi, yang lemah menghampiri Yang Kuat, yang penuh kekurangan menghampiri Yang Sempurna. Karenanya diperlukan sikap hormat dan kerendahan hati saat kita berdoa, selain juga diiringi dengan keyakinan dan pengharapan bahwa yang Ilahi, yang Kuat dan yang Sempurna itu akan memenuhi apa yang menjadi kebutuhan kita seturut dengan kehendak-Nya.
24 Juli 2022
Pdt. Danny Purnama
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only