Markus 10:17-31

Bila berharap bahwa kita akan menikmati kehidupan rumah tangga yang nyaman, aman dan tentram boleh-boleh saja. Tetapi, saya mau ingatkan: itu ilusi! Rumah tangga tanpa persoalan hanya ada dalam mimpi. Betapa pun upaya keras kita untuk membentuk keluarga yang aman dan tentram, persoalan dan masalah pasti akan selalu ada. Ribut-ribut dikit atau besar, tangis kesal, wajah cemberut karena sebal pasti akan mewarnai kehidupan keluarga kita. Itu wajar saja. Bahkan ribut-ribut atau misskomunikasi itu berkat yang besar. Ribut-ribut itu seperti sambal pedas pada nasi lemak. Pedas tetapi nikmat.

Ribut-ribut kecil dalam rumah tangga adalah proses yang harus dilewati keluarga mana pun. Gunanya untuk pembentukan diri dan untuk memahami kepribadian pasangannya. Apa yang disukai dan yang tidak disukai. Yang terpenting, ribut kecil jangan dibesarkan. Saat misskomunikasi jangan jadi diskomunikasi. Saat konflik jaga mulut! Belajarlah menjalani konflik dengan tetap menghormati dan menghargai pasangan kita. Dan satu hal ini harus diingat. Apa? Saat konflik jangan pernah sebut kata ‘ceraikan daku.” Juga jangan nyanyikan ‘pulangkan saja aku ke rumah orang tuaku.”

Kalau ada ribut-ribut atau misskomunikasi sedikit, responslah dengan positif. Syukuri saja. Maklum kita dan pasangan kita bukanlah manusia sempurna. Kita manusia berdosa. Oleh karena itu terimalah pasanganmu apa adanya seperti pasanganmu menerimamu apa adanya. Saat sedang berkonflik artinya rumah tangga sedang kena ‘demam.’ Pasti situasinya panas-dingin. Ga enaklah! Tetapi, bertekadlah untuk memulihkan kehidupan keluargamu. Langkah paling awal adalah dengan mempersiapkan diri untuk selalu mengampuni. Bersiap-siap juga untuk dengan rendah hati mohon maaf atas kesalahan atau keusilan. Yang terpenting, saat sedang ribut kendalikanlah emosi. Mulailah jalin komunikasi. Bangun dialog dan ‘negosiasi.’ Carilah model keluarga macam apa yang akan dibentuk bersama.

Ada pasangan yang ribut besar karena persoalan kecil. Sebaliknya, ada juga yang ribut-ribut kecil padahal sedang berhadapan dengan persoalan yang serius dan besar. Jadi, yang terpenting bukan seberapa besar kualitas persoalannya. Yang terpenting adalah bagaimana responsnya. Nah, respons ini tergantung pada tingkat dan kualitas kematangan yang kita miliki. Suami-istri yang matang akan menyelesaikan persoalan mereka dengan tenang dan hikmat. Sebaliknya, suami istri yang kekanakkanakan cenderung membesar-besarkan persoalan yang kecil dan simple. Jadilah keluarga yang matang dan dewasa. Belajarlah untuk saling berempati yaitu kesediaan untuk mendengar dan menghargai opini, keluhan atau juga teriakan kegembiraan pasanganmu. Tetapi, yang lebih utama lagi adalahpersembahankanlah keluarga kita yang tidak sempurna itu untuk selalu dipulihkan dan diberkati Tuhan.

Bersama Tuhan segalanya pasti akan bisa dihadapi dan diatasi!.

10 Oktober 2021

Pdt. Albertus Patty

*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only

gkbikl
Author: gkbikl

Gereja Kristen Berbahasa Indonesia Kuala Lumpur

Leave a Reply