
Matius 25: 31-46
Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari Saudara-Ku yang paling hina ini, kamu melakukannya untuk Aku. … Segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya untuk Aku.
Edward dan Tom adalah dua orang sahabat yang mirip sekali wajahnya. Namun status dan kondisi sosial mereka berbeda jauh. Edward adalah putra mahkota pewaris tahta Kerajaan Inggris. Tom Canty adalah seorang miskin yang tinggal di daerah miskin.
Suatu ketika mereka sepakat untuk bertukar peran. Dengan wajah yang mirip, orang banyak tidak mengenal identitas mereka. Tom kini menjadi seorang “putra mahkota”, ia masuk dan tinggal di istana. Sementara Edward menjadi seorang miskin yang hidup bersama dengan gelandangan di daerah kumuh London.
Setelah berlangsung satu minggu. Edward kembali ke istana hendak jumpa dengan Tom untuk kembali ke peran mereka semula yang sebenarnya. Namun Edward ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara, karena diduga sebagai penipu yang hendak merebut tahta Kerajaan Inggris.
Akhirnya tepat detik-detik saat “Edward“ (sebenarnya adalah Tom) hendak dilantik menjadi seorang raja Inggris, Edward dibebaskan dari penjara. Sebab Edward berhasil meyakinkan para penjaga bahwa dirinya Edward yang asli. Akhirnya Edward yang asli itu yang dilantik menjadi raja Inggris, dan sahabatnya Tom tetap diperkenankan hidup bersama dalam istana.
Pada saat menjadi Raja, Edward menjadi seorang Raja yang sangat peduli terhadap rakyat miskin. Bahkan pengalamannya hidup bersama orang-orang miskin memotivasi pemerintahan kerajaannya membawa kesejahteraan bagi rakyat Inggris. Kisah Edward dan Tom tersebut ditulis oleh Mark Twain dalam bukunya Prince and the Pauper (Pangeran dan Si Miskin).
Kisah pangeran dan si miskin yang bertukar tempat pengalaman hidup menghantar kita untuk dapat memahami kisah akhir zaman dalam Matius 25: 31-46, yang hanya disampaikan penginjil Matius, dari keempat penginjil Alkitab. Bahwa saat Anak Manusia datang sebagai raja untuk menghakimi semua bangsa.
Pada saat itulah Anak Manusia itu mengaruniakan berkat-Nya bagi mereka yang berbuat baik, kepada mereka yang disebut sebagai salah seorang saudara-Nya, yaitu mereka yang lapar, haus, menjadi seorang asing, telanjang, sakit, bahkan di penjara. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak punya kepedulian akan tersingkir. Mereka tidak menyadari bahwa perlakuan kepada salah satu dari saudara-Nya yang paling hina sama dengan perbuatan terhadap Tuhan sendiri.
Saat itulah sang raja itu akan bertindak seperti seorang gembala yang memisahkan kambing dengan domba. Kambing dan domba adalah binatang yang hampir sama, namun ada perbedaan dari kebiasaan hidup dan tekstur daging. Sebagai seorang gembala, sang raja bukan mengenal kawanan domba yang tersisih. Ia pun mengenal mereka yang mengikuti dan meneruskan perbuatan sang raja kepada kawanan domba yang tersisih.
Sebab ternyata sang raja telah mengalami sendiri pengalaman-pengalaman dari saudara-saudaranya yang masuk dalam sebutan yang paling hina. Ia telah menyatakan solidaritasnya terhadap mereka yang hina.
Karena itulah, Ia juga menyukai dan memberikan penghargaan bagi mereka yang tidak mengalami hidup hina itu, namun tergerak hatinya untuk menolong mereka yang hina. Mereka yang telah menyatakan kemurahan hatinya kepada kawanan domba itu, berarti sama seperti hati sang gembala, yang tiada lain, sang raja itu sendiri.
Karena itulah merayakan Minggu Kristus Raja, bukanlah sekedar merayakan pengakuan iman kita secara liturgis. Merayakan Minggu Kristus Raja, berarti mensyukuri dan menghormati, memberitakan dan meneruskan karya Kristus, yang meskipun Raja; namun telah rela hidup bersama dengan kita yang hina.
Merayakan Minggu Kristus Raja berarti merayakan tanggung jawab kepedulian kita. Merayakan Minggu Kristus Raja berarti merayakan kesanggupan kita untuk hadir dan menolong sesama kita yang hina karena ketidakberdayaan hidup, hingga mereka menjadi miskin dan kesepian. Merayakan Minggu Kristus raja berarti kita merayakan sukacita kita sebab Ia ternyata mengenal kita sebagai kawanan domba-Nya, bukan kawanan kambing. Kawanan domba yang mengikuti teladan dari Sang Gembala, yang tiada lain, Sang Raja itu sendiri.
Pdt. Benny Halim
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only