Lukas 15:1-3, 11-32
Ada sebagian orang yang ketika bergumul dengan dosa-dosanya, merasa bahwa dosadosanya sudah terlalu besar, hidupnya sudah selesai karena dosa-dosa itu, merasa “sudah terlanjur”, sehingga memutuskan meneruskan hidup dalam keberdosaan. Mari kita menengok dan bercermin pada apa yang dilakukan oleh si bungsu dalam bacaan Lukas 15:11-32. Si bungsu dalam kisah Perumpamaan tentang anak yang hilang, telah menghabiskan seluruh harta yang diberikan oleh ayahnya.
Si bungsu menghabiskan harta itu dengan cara menjual harta bagiannya dan berfoya-foya di negeri yang jauh. Lalu kelaparan hebat melanda negeri itu. Malapetaka kelaparan membuat si bungsu hidup sangat susah. Dalam kondisi kesusahannya, ia mengingat keberdosaannya. Si bungsu mengatakan “Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap soraga dan terhadap bapa,” (ay. 18). Pada pengakuan itu kita bisa melihat bagaimana si bungsu memandang kesengsaraan hidup yang dialaminya sebagai pintu masuk untuk memikirkan kembali ke rumah ayahnya. Ia menyadari bahwa tidak lagi memiliki hak meminta apa pun dari ayahnya. Ia terpikir menjadi salah seorang upahan ayahnya. Dalam kisah selanjutnya, kita mendapati bahwa ayahnya tidak memutus relasi dengan si bungsu. Sang ayah justru menyambut si bungsu pulang.
Ayahnya menyambutnya dan menciumnya (ay. 20). Melalui kisah ini kita belajar tentang kesadaran mau datang, mau kembali kepada Bapa dengan ketulusan. Kebahagiaan akan kita alami ketika kita datang mengakui kesalahan dan pelanggaran. Mazmur 32 menyatakan “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu! Karena demikian besar kasih Allah Bapa kepada kita, hendakah kita mengisi hidup dengan menyambut sesama juga dalam kasih Allah.
27 Maret 2022
Pdt. Rumenta Santyani M
*Untuk Kalangan Sendiri – for Non-Moslem Only